Tata bahasa “beki da” merupakan ungkapan bahasa Jepang yang digunakan untuk menyatakan suatu hal yang menurut pembicara seharusnya atau sebaiknya dilakukan, karena tindakan tersebut merupakan hal yang secara logika memang pantas dilakukan. Umumnya ungkapan ini disampaikan ketika kita ingin menyampaikan suatu peringatan, saran atau rekomendasi kepada orang lain mengenai hal yang sepantasnya orang tersebut lakukan, sehingga tata bahasa “beki da” ini tidak digunakan untuk diri sendiri maupun untuk suatu hal yang sudah diatur atau ditentukan dalam aturan tertentu. Dalam bahasa Indonesia, pola ini memiliki makna “seharusnya” atau “sebaiknya”.
Untuk kalimat yang lebih formal, bisa digunakan “beki desu”, dan hal itu juga berlaku untuk perubahan lainnya. Jika mengungkapkan lawan dari pola ini atau bentuk negatifnya, yaitu “seharusnya tidak” atau “sebaiknya tidak”, maka ganti akhiran desu menjadi “dewa nai”, “dewa arimasen”, atau “janai” untuk bentuk yang kasual. Kemudian, jika mengungkapkan bentuk lampau, dengan arti bahwa suatu hal awalnya diharapkan dilakukan tetapi pada akhirnya tidak dilakukan maka gunakan kata “beki datta” atau “beki deshita” di akhir kalimat.